Inspirasi, Intersisinews.com– Menjadi seorang yang memiliki kekurangan fisik bukanlah suatu alasan untuk tetap berkarya. Hal itu ditepis oleh seorang penyandang difabel, Apri Kuncoro untuk tetap berkarya menghasilkan sesuatu.
Jika kita mau melihat dari sisi manapun, tidak ada hal patut kita keluhkan, apalagi menanamkan rasa ketidakmampuan. Paling kecil dari sebuah usaha dalam hidup ini adalah bersyukur.
Berikut kutipan dari penyandang difabel yang mampu memotivasi banyak orang;
“Nama saya Apri Kuncoro lahir di Kebumen, 20 April 1999. Pendidikan terakhir saya di SMA Muhammadiyah 1 Gombong. Hobi saya menulis, membaca buku, dan mendengarkan musik. Cita-cita saya adalah ingin menjadi seorang Pendakwah, Motivator, dan juga Penulis Profesional serta, ingin menebarkan inspirasi kepada setiap orang melalui karya-karya yang saya tulis. Oleh karena itu saya ingin membagi kisah hidup sebagai seorang penyandang disabilitas kepada teman-teman semua melalui tulisan ini.”
Memiliki sebuah keterbatasan, mungkin bagi sebagian orang memandang adalah sebuah aib yang harus ditutupi dan disembunyikan dari khalayak ramai. Hal tersebut dikarenakan orang yang memiliki keterbatasan atau kekurangan, terutama kekurangan fisik seringkali dianggap sebagai beban yang hanya bisa merepotkan orang lain dan menjadi beban bagi masyarakat di sekitar tempat tinggal. Sehingga, orang yang memiliki keterbatasan itu akan merasa minder atau tidak percaya diri karena adanya tekanan dan diskriminasi dari masyarakat disekitarnya.
Orang yang memiliki keterbatasan, juga sering dipandang sebelah mata oleh orang-orang di sekitarnya karena dianggap tidak bisa berbuat apa-apa dan memberikan sebuah kontribusi yang bermanfaat bagi lingkungan.
Menurut saya yang juga seorang DIFABEL yang belum bisa berjalan dari sejak lahir karena terlahir dalam keadaan premature usia 7 bulan memandang bahwa, anggapan yang timbul di tengah masyarakat yang memiliki pandangan seperti yang sudah saya jelaskan di atas karena disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor penyebab masyarakat memandang seorang DIFABEL dari sisi “Sebelah Mata”antara lain:
1. Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat bahwa seorang difabel juga seorang manusia yang harusnya diberi perhatian, kasih sayang dan perlindungan.
2. Masih adanya anggapan bahwa seseorang yang terlahir dalam kondisi memiliki kekurangan akan membawa nasib yang buruk bahkan, tidak jarang dianggap sebagai pembawa “Kesialan” bagi anggota keluarga, masyarakat dan lingkungan yang ada disekitarnya.
3. Masyarakat terbiasa memandang dan menilai kepribadian seseorang hanya dari segi kesempurnaan fisik yang dimilikinya tanpa memerhatikan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Sehingga, orang yang terlahir dalam keadaan difabel dianggap hanya orang yang lemah tidak berguna dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk keluarga, masyarakat dan lingkungan karena kondisi fisiknya yang tidak sempurna seperti kebanyakan masyarakat pada umumnya.
4. Kurangnya introspeksi diri di dalam setiap anggota masyarakat bahwa setiap orang yang terlahir ke dunia ini pada hakikatnya tidak ada yang sempurna sekalipun mereka terlahir dengan sehat dan memiliki fisik yang lengkap. Sebab, kesempurnaan yang sejati hanyalah milik Sang Khaliq sebagai pencipta. Setiap orang yang terlahir ke dunia sudah pasti dibekali dengan suatu kelebihan dan kekurangan masing-masing baik yang terlahir dalam keadaan sempurna ataupun tidak sempurna.
Selain hal-hal tersebut, penderita difabel juga terkadang sering merasa minder atau memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat rendah terutama ketika sedang berinteraksi dengan orang-orang di sekitar yang kebanyakan memiliki fisik yang sempurna.
Sejujurnya kondisi semacam ini juga pernah saya rasakan dan alami secara langsung terutama ketika saya akan mengikuti suatu ajang perlombaan rasa minder atau tidak percaya diri ini seringkali muncul. Seolah-olah perasaan tersebut terus menghantui karena saya adalah orang yang “Berbeda” dari peserta pada umumnya yang sehat jasmani dan rohani. Namun, karena dukungan penuh dari seluruh anggota keluarga, terutama kedua orang tua, guru-guru, dan teman-teman, Alhamdulillah saya bisa meraih posisi Runner Up 1 atau juara 2 dengan menyisihkan 33 peserta lain.
Dari peristiwa yang saya alami ini maka dapat saya simpulkan bahwa, peran sebuah keluarga sangat penting dalam membangun rasa percaya diri dan optimisme dalam jiwa seorang penyandang disabilitas, serta merupakan supporter atau pendukung yang pertama dan paling utama terutama ketika ia ingin memulai perjuangannya guna meraih mimpi dan cita-citanya. Oleh karena itu, saya ingin membagi sedikit tips agar kita bisa memiliki rasa kepercayaan diri yang kuat, apapun keadaan dan kondisi yang saya miliki.Tips-tips tersebut antara lain:
1. Selalu berpikir positif (Positive Thinking ) membiasakan untuk selalu berpikir positif, merupakan kunci awal untuk menumbuhkan rasa percaya diri karena, ketika kita berpikir positif secara otomatis akan membuat perasaan kita menjadi lebih tenang ketika akan menghadapi segala sesuatu.
2. Bersikap optimis sikap optimis ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri, dalam jiwa karena saat kita memiliki keoptimisan mau seperti apa pun kondisi atau keadaan kita, kita akan selalu yakin dengan potensi dan kemampuan yang kita miliki.
3. Berdoa tidak bisa dipungkiri bahwa kekuatan sebuah doa sangat besar terutama agar kita diberikan kemantapan hati, sehingga kita bisa memperoleh rasa percaya diri.
So, kamu masih mau mengeluh? sampai kapan?
Editor: Ardian