Opini-intersisinews.com, Besarnya hutang pemerintah menjadi perdebatan, ada sebagian ekonom yang memandang bahwa utang publik adalah kutukan, ada sebagian yang lain menilai sebagai sesuatu hal yang menguntungkan selama tidak berlebihan.
Dampak peningkatan hutang ini jelas akan menyebabkan beban yang tidak semestinya pada generasi mendatang. Secara logis pemerintah dengan kebijakan fiskalnya akan melakukan penekanan pengeluaran dan penambahan pemasukan atau dengan peningkatan pajak.
Dampak kebijakan ekonomi untuk menutupi defisit anggaran yaitu dengan menambah hutang atau mencetak uang baru hanya akan menciptkan inflasi bahkan hiperinflasi. Secara politik, mendanai pengeluaran pemerintah dengan berutang membuat proses politik menjadi buruk.
Jika ongkos Politik untuk merebut suara para pemilihnya terlalu besar maka, kemungkinan dari sinilah keruetan masalah “mafia anggaran” yang terjadi di negara-negara demokrasi.
Dari permasalahan warisan utang yang cukup tinggi, bagaimana Islam memberikan solusi terhadap masalah bangsa terkait dengan hutang dan begaimana membangun perekonomian negara?
Perlu diperhatikan, sistem hutang dalam sistem kapitalis juga menerapkan riba dan menjadi alat penjajahan bagi negara-negara Kapitalis kepada negara-negara berkembang.
Dalam Islam hutang yang disertai dengan bunga riba merupakan termasuk kedalam dosa besar sebagaimana dalam satu hadis yang diriwayatkan Atha- Thabrani mengambarkan besarnya dosa Riba. “Riba memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling rendah seperti menzinahi ibu kandungnya. Dan sesungguhnya riba yang paling riba adalah merusak kehormatan saudaranya.” (HR. Ath-Thabrani).
Mengatasi krisis hutang di negeri-negeri muslim saat ini bisa dilakukan dengan cara:
- Tidak membayar bunga hutang yang dibebankan karena termasuk riba.
- Pembayaran hutang tanpa membayar bunga dari bunga (riba) utang.
Tanggung jawab membayar hutang ini dibebankan kepada para pejabat pemerintahan yang terlibat semasa pengambilan hutang.
Hal ini dikarenakan mereka menjadi kaya raya semasa pengambilan kebijakan tersebut sehingga perlu dihitung ulang rasionalitas pendapatan mereka. Surplus atau kelebihan kekayaan mereka yang didapatkan dari ketidakwajaran pendapatan atau melebihi yang mereka butuhkan akan ditarik untuk membayar utang, sehingga masing-masing pejabat negara pada waktu itu bisa jadi berbeda dalam pembebanan tanggung jawab utang ini.
Mengapa para penguasa (pejabat) yang dibebankan tanggungjawab besar untuk pembayaran hutang tersebut, karena beberapa alasan:
- Tanggungjawab penguasa dalam Islam adalah menjaga kepentingan nasional dalam segala aspek termasuk ekonomi.
- Pejabat penguasa dalam Islam tidak diperbolehkan melibatkan diri dalam usaha komersial. Jika dia kaya ketika menjabat maka perlu diaudit kekayaannya karena bisa jadi dia diuntungkan oleh kebijakan mengambil hutang tersebut.
- Mengambil pinjaman dan melibatkan masyarakat dalam hutang adalah perkara yang merugikan dan membahayakn bangsa. Bahaya ini harus dihilangkan dan yang paling bertanggungjawab atas hal ini adalah yang membuat hutang.
- Tidak membuat hutang baru karena ini sangat berbahaya. hutang bisa menjadi alat penjajahan dan memperpanjang pengaruh negara asing.
Dengan asumsi bahwa hutang sudar terbayar lunas, kemudian bagaimana cara negara mendorong perekonomian tanpa uang baru dan hutang baru?
Islam mempunya dua jalan untuk menumbuhkan perekonomian tersebut yaitu:
- Pertama, membuat kebijakan ekonomi di bidang pertanian, perdagangan dan industri. Di bidang pertanian, negara akan meningkatkan produksi bahan makanan, bahan pakaian (kapas, bulu domba, rami dan sutera), dan produk pertanian yang diminati pasar luar negeri (buah-buahan, kacang-kacangan, dll).
Di bidang perdagangan Islam tidak mengambil pajak sehingga tidak perlu memberikan perijinan kepada warga negaranya untuk berdagang kecuali dalam dua kondisi yaitu: negara mencegah berdagang dengan negara yang memerangi Islam dan juga mencegah komoditas yang membahayakan atau merugikan bangsa.
Di bidang perindustrian, negara akan bekerja keras untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kepentingan dalam negeri dan diekspor. Negara juga fokus untuk menciptakan membuat mesin-mesin berat guna memproduksi barang-barang industri atau membuat infrastruktur.
- Kedua, Islam mengharuskan Baitul Mal membiayai pembangunan infrastruktur utama yang penting seperti jalan, gedung sekolah, rumah sakit dan lain-lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Baitul mal juga harus menjaga segala infrastruktur bagi kemaslahatan ummat.
Demikianlah bagaimana bahaya hutang luar negeri sebagai bagian dari penjajahan di bidang ekonomi. Dan bagaimana menyelesaikannya di masa datang dengan cara Islam.
diedit dari tulisan Tri Wahyu Cahyono Mahasiswa S2 MEP UGM