– GPS (Global Position System) adalah untuk menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan letak, kecepatan, arah, dan waktu (wp).
Pelarangan GPS yang biasa digunakan pada kendaraan secara umum memang dapat membahayakan pengemudi juga penumpang serta pengguna jalan. Terutama apabila digunakan pada kendaraan roda dua.
Tidak dilihatnya sisi positif dalam statement tersebut justru berdampak pada pengucilan teknologi inovasi. Penggunaan ponsel yang berdampak terjadinya kecelakaan bagi pengendara sepeda motor memang harus dicegah, namun belum sebanding jika dilihat dari keefektifitasan GPS dalam memandu arah pengendara yang berada di wilayah baru.
Melihat perbandingannya sendiri, kecelakaan akibat berkendara sambil menggunakan ponsel termasuk melihat GPS sebagai pemandu jalan berada pada angka enam persen.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum TSC Ade Manansyah, disadur dari medanbisnisdaily.com, dengan merujuk data kepolisian hingga 2017.
“Berdasarkan data kepolisian sampai tahun 2017, penyebab kecelakaan dari pengendara yang menggunakan telepon itu hanya sekitar enam persen. Sangat kecil. Selebihnya itu karena mengobrol, bercanda, di bawah pengaruh alkohol atau mabuk, sampai ugal-ugalan,” katanya (3/2/17).
“Kecelakaan yang disebabkan pengguna kendaraan menggunakan GPS itu tidak ada,” lanjut Ade.
Melihat hal tersebut, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan komunitas mobil Toyota Soluna Community (TSC) masih bias serta subyektif.
Menurutnya, aturan mengemudi di pasal 106 ayat 1 UU LLAJ sudah jelas, mengemudi sambil melihat telepon seluler (ponsel), termasuk pengendara yang menggunakan GPS bisa dipenjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu. Padahal, nyatanya pengunaan GPS belum menyumbang angka kecelakaan di jalan.
Jadi, akankah penggunaan GPS saat berkendara akan segera diilegalkan dan mendapat sanksi tegas atas Undang-Undang berkendara? Terlebih saat ini CCTV pengamat kegiatan berlalulintas sudah tersebar dikebanyakan tempat. Jika benar, sebandingkah dengan sisi fungsional-nya GPS yang tercipta sebagai penunjuk lokasi? Bukankah GPS sendiri saat ini sudah menyediakan fitur penunjuk suara sehingga para pengemudi pengguna GPS (notabene ojek online) akan lebih mudah menjalankannya?
Atau akan diberlakukan kebijakkan penggunaan GPS dengan wacana baru, yakni “GPS hanya diperbolehkan pada kalangan pejalan kaki dan pengguna roda empat”. (mb)